Tuesday, 26 April 2016

Kesusastraan

Di Tepian Peron Ujung Karawang

Angin berhembus membelai pipi
Mengibarkan rambut yang tak beraturan
Kain tertiup melambai-lambai
Dan aku disini hanya menanti di depan layar laptop

Kupandangi layar laptop di tepian peron ujung Karawang
Hanya menyaksikan tontonan negeri seberang samudera
Menantikan ketidakpastian
Kapan aku akan dijemput untuk menuju ke Timur

Terasa dingin angin laut
Yang berpadu dengan dinginnya malam
dan langit muram durjana
satu per satu melintas langsung

tapi tak satupun yang menjemputku
untuk bisa lari dari kehidupan nyata
yang kelam, abstrak, selayaknya lukisan Picasso
setidaknya lukisannya masih lebih bernilai ketimbang hidupku

hanya dituntut jadi sempurna
selayaknya yang orang minta
dari situlah sering terbesit pertanyaan
buat apa aku disini

buat apa diriku ini
ahh... bodo amat lah
yang penting bisa pergi dari sini
begitulah pikirku sejenak

Cahaya terang muncul dari ufuk timur
menembus kegelapan
lengkingan serak memecah kesunyian

jemputanku telah tiba
setidaknya aku bisa lari sementara
dari kehidupan nyata yang begitu menyiksa batin